Iklan

iklan

Perspektif Pembangunan di Abad Ke-30an

IlhamUncen
Rabu, 17 Agustus 2016 | 08.49.00 WIB Last Updated 2016-08-17T15:52:49Z



Lestarikan Hutan Bambu, Cegah Bencana Hingga Bernilai Ekonomis
Oleh: Ilham, S.Sos
(Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi (HIPMI-PT) Kabupaten Wajo)

Perhatian dan keprihatinan  akan dampak “keserakahan” manusia dalam mengeksplorasi sumberdaya alam dinilai telah sukses menggeser konsep pembangunan menuju kota hijau yang lebih ramah terhadap lingkungan.  Para ahli beperdapat bahwa fenomena alam akan pemanasan global yang menyebabkan pergeseran iklim tersebut yang disebabkan akan ulah manusia sendiri.

Penulis berangapan, perspektif pembangunan di masa mendatang, yakni di abad ke-30an atau kira-kira ditahun 3000 keatas. Manuasia akan merindukan negeri hijau. Pasalnya, saat ini gambaran yang muncul dalam benak kita seiring semakin pesatnya pembangunan menyatakan bahwa dunia ini bakal dipadati gedung pencakar langit, dihiasi rumah kaca, serta ribuan juta kendaraan yang bakal menumpuk. Hal itu tentunya tidak dapat terhindarkan ketika tidak sedini mungkin dikelola dengan seimbang dan selaras dengan daya dukung alam.

Hal itu diperkuat, akan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti yang menunjukkan terjadinya pemanasan global akibat akumulasi konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer.  Dalam hal lain, pembangunan mampu menciptakan peluang ruang hidup, kemudahan serta menjajikan kesejahteraan bagi manusia yang lebih baik. Namun, sekali lagi penulis menegaskan justru akan menunjukkan dampak negatifnya jika tidak dikelola dengan seimbang dan selaras dengan daya dukung alam. Kenapa demikian, karena semua itu bakal mengganggu ekosistem iklim dan kehidupan manusia, serta mengakibatkan timbulnya berbagai bencana seperti banjir, longsor, kekeringan yang panjang, kebakaran hutan, dan hama penyakit.

Dewasa ini, telah banyak konsep yang terlahir dalam mengatasi persoalan lingkungan, namun seakan-akan serasa sangat sulit untuk memecahkannya. Pasalnya, seolah-olah kita berada dalam suatu lingkaran yang sulit memperoleh ujung dan pangkalnya. Sementara, untuk menghindari akan dugaan penulis tentang gambaran yang bakal terjadi di abad ke-30an, maka  perlu  dilakukan sebuah tindakan khusus yang mengarah dalam penanganan persoalan  tersebut.

Pertanyaan selanjutnya, apakah yang harus kita lakukan?. Nah, Berangkat dari pertanyaan tersebut penulis memberikan sedikit masukan, utamanya bagi pemerintah. Yakni, "program dua kendaraan lebih baik serta satu rumah itu sudah cukup". Mungkin saja, ketika program tersebut diterapkan bakal menimbulkan pro/kontra. Namun, semuanya itu tergantung kita menanggapinya.

Sementara kondisi efek pemanasan global yang terjadi saat ini kian memperihatikan, untuk itu sesegera mungkin dapat dilakukan tindakan dalam rangka memulihkan kembali fungsi-fungsi hutan dan lingkungan melalui upaya pelestarian dan perlindungan atau dengan kata lain reboisasi.  Dalam kehidupan kita, keberadaan hutan sangatlah memiliki arti penting dan tentunya hutan-hutan tersebut memiliki pelbagai fungsi serta kegunaan bagi setiap mahluk hidup, baik itu hewan yang menetap didalamnya. Tak terkecuali bagi manusia itu sendiri yang terkadang menjadikan hutan sebagai sumber makanan ataupun kepentingan komersial.

Pelestarian serta perlindungan alam kini menjadi topik perbincangan ketika kita berbicara terkait kualitas lingkungan ataupun polusi. Hal tersebut juga gencar disuarakan bagi pencinta alam dan lingkungan hidup.  Namun, tidak semudah membalikkan telapak tangan karena membutuhkan pertimbangan yang kadang kalah sangat birokratis dan dilematis.

Dalam menanggapi hal tersebut, betapa perlunya kita melakukan penanaman kembali akan hutan-hutan kita yang telah ditebang dalam hal ini reboisasi dengan cara meningkatkan kualitas lingkungan dengan waktu yang singkat. Salah satu alternatif yang perlu dilakukan dengan melestarikan kembali keberadaan hutan bambu.

Peletarian hutan bambu dinilai merupakan tabungan hijau dimasa mendatang. Pasalnya, Keberadaan hutan bambu tersebut nantinya dapat berfungsi ganda. yakni, selain dapat mencegah atau setidaknya mampu menimalisir dampak bencana alam. Keberadaan hutan bambu tersebut juga dinilai memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Diketahui, disaat musim hujan tiba, maka air hujan akan turun lalu meresap ke lapisan tanah. Dengan demikian, disinilah fungsi hutan bambu yang memiliki daya resapan untuk menyimpan air yang cukup tinggi. Sehingga dengan melestarikan tanaman bambu berarti kita juga telah melestarikan lingkungan, sehingga dapat membantu masyarakat dalam mencegah datangnya banjir serta menjaga cadangan air untuk kebutuhan manusia.

Tentunya, keberadaan hutan dengan jumlah pepohonan yang banyak, pastinya akan memberikan suplay kebutuhan oksigen yang cukup besar bagi keberlasungan kehidupan mahluk hidup. Pepohonan itu juga mampu menyerap gas berhaya seperti karbon dioksida (Co2). Selain itu, keberadaan hutan juga dapat mencegah terjadinya erosi atau pengikisan tanah yang disebapkan oleh air.

Hal serupa juga disampaikan Anggota Forum Pengurangan Resiko Bencana Sulawesi-Selatan Dr Idi Amin, kata dia, tingginya sedimentasi di Danau Tempe tidak lepas dari penggundulan hutan bambu yang terjadi  didelapan Kabupaten dalam lingkup Sulawesi-selatan. Daerah tersebut memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) yang bermuara di Danau Tempe. Kata dia, pemerintah perlu melakukan koordinasi dengan daerah-daerah yang memiliki daerah aliran sungai sehingga nantinya mampu melakukan gerakan secara serentak untuk pelestarian hutan bambu dihulu-hulu sungai. Hal tersebut diungkapkan di Aula Bappeda Kabupaten Wajo dalam acara workshop pengurangan resiko bencana belum lama ini.

Sementara disisi lain keberadaan hutan bambu dapat menjadi ladang uang bagi masyarakat. Sebut saja "tabungan hijau" yang dapat dinikmati dan dirasakan bagi anak cucu kita dimasa yang akan datang. Pasalnya, tanaman bambu merupakan tanaman yang hidup serumpun. Dari segi ekonomis bambu sangatlah   menguntungkan, demikian bambu yang ditanam tumbuh menjadi rumpun, setiap kali diperlukan, batang bambu dapat ditebang. Lebih dari itu, sekalipun seluruh rumpun ditebang, rumpun baru dapat tumbuh lagi. Hal ini berarti bahwa sekali tanam bambu, hasilnya dapat diambil terus-menerus.

Dizaman dulu ketika orang menggunakan bambu, hal itu lantaran dirinya  kurang mampu, sekarang sedikit demi sedikit bambu telah bergeser menjadi barang seni yang dibeli karena keindahannya. Perlengkapan rumah seperti meja, kursi dan lainnya. Bahkan bambu sudah masuk ke hotel-hotel berbintang dan bangunan,-bangunan wisatayang unik. Selain itu, perabot rumah dari bambu juga mulai menjadi bahan komoditi ekspor.

Satu pertanyaan dari penulis, Apakah diantara kita ada yang berkehendak anak cucu kita kelak akan merindukan keberadaan Negeri yang nan hijau? dan Pastinya jawaban kita tidak, maka dari  itu  sedini mungkin kita belajar untuk menanamkan cinta akan lingkungan. Dengan menjadikan Negeri ini hijau, itu berarti kita menabung untuk kelangsungan  kehidupan dimasa yang akan datang.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan senantiasa bernilai ibadah. Selanjutnya, melalui tulisan ini diharapakan pemerintah dapat menjadikannya sebuah bahan rujukan terkait pelestarian hutan bambu di Sulawesi-selatan, terkhusus lagi bagi pemerintah Kabupaten Wajo. (**)

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Perspektif Pembangunan di Abad Ke-30an

Trending Now

Iklan

iklan